- Back to Home »
- Sejarah Desa Pacul Kabupaten Tegal
Posted by : visual21
Selasa, 10 Juni 2014
Desa Pacul adalah salah satu desa di Kabupaten Tegal Jawa Tengah, tepatnya berada di wilayah
administrasi Kecamatan Talang. Nama Desa Pacul serupa dengan alat pertanian Pacul atau Cangkul yang digunakan untuk mengolah/ membolak-balik tanah agar dapat ditanami. Meski pada awalnya dimasa lalu penduduk Desa Pacul hidup sebagaian besar dari pertanian. Namun menurut para tetua desa yang diceritakan secara turun temurun, nama Pacul tidak hanya identik dengan alat pertanian, akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Mesjid Baitul Mukminin, Desa Pacul Kulon Nama Pacul mengandung arti “Sing Papat Aja Ucul”, ada empat hal yang tidak boleh lepas atau terlepaskan dan harus dipegang teguh jika kita sebagai manusia ingin hidup bahagia, selamat dunia
dan akherat. Pemaknaan yang empat tidak boleh lepas adalah ajaran dari para sesepuh desa pada awal pendirian Desa Pacul. Meski sudah ratusan tahun, namun ajaran tersebut masih relevan hingga
sekarang, bahkan di masa-masa mendatang.
Empat hal tersebut adalah, bahwa manusia hidup harus berpegang teguh pada ajaran Tuhan yang termaktub dalam Kitab Suci Al Qu’an, Al Hadits, dan juga Ijma Ulama, serta Qias atau petuah dan
petunjuk kebijaksanaan dari para sesepuh desa , yakni para ulama dan orang bijak. Hal tersebut tidak mengherankan, karena sejarah berdirinya Desa Pacul erat kaitannya dengan peran Para Ulama dan Kaum Santri. Salah satu Tokoh Ulama yang sangat besar peranannya dalam membangun dan menyebarkan agama Islam di Desa Pacul, khususnya tlatah Pacul Kulon serta desa-desa sekitarnya, seperti Desa Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan sebagainya adalah Kyai Guru Bajuri.Madrasah Dinul Islam, Desa Pacul Kulon Jejak sejarah Kyai Guru Bajuri dan anak cucunya dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut masih bisa ditelusuri dari berbagai bangunan peninggalannya, baik berupa Masjid, Mushola,Madrasah dan Makam Kyai Guru Bajuri. Meski menurut cerita Nyai
Salimah (salah satu cucu Kyai Guru Bajuri yang masih hidup), banyak Masjid, Mushola, dan Madrasah baik yang terletak di Desa Pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan sekitarnya didirikan berkat
peran Kyai Guru Bajuri dan anak cucunya. Namun fakta sejarah yang jelas sebagai peninggalan Kyai Guru Bajuri adalah bangunan-bangunan sejarah yang ada di Desa pacul Kulon. Bangunan-bangunan tersebut adalah Masjid Baitul Mukminin, Madrasah Dinul Islam, Makam Kyai Guru Bajuri dan Mushola Nurul Huda, semua terletak di Desa Pacul Kulon. Madrasah Dinul Yatim, Desa Pacul Kulon Selain membangun desa dan menyebarkan agama Islam di Desa Pacul dan sekitarnya. Pada
jaman perang merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, peran Kyai Guru Bajuri juga sangat besar. Bersama para pemuda patriotik, Kyai Guru Bajuri ikut berjuang melawan Belanda
meski dengan senjata sederhana bambu runcing. Bahkan masih menurut Nyai Salimah, Masjid Baitul Mukminin Pacul Kulon pernah dibakar oleh tentara Belanda. Namun entah kenapa, meskipun seluruh
bangunan Masjid tersebut yang pada awal pendiriannya lebih banyak bahan dari kayu, telah disiram dengan minyak oleh tentara Belanda, namun tidak sedikitpun Masjid itu terbakar dan masih berdiri kokoh hingga kini. Masjid tersebut kini telah banyak mengalami perubahan karena sudah direnovasi beberapa kali. Bahkan Nyai Salimah mengatakan kalo Kyai Guru Bajuri “setengah wali”. Karena
keilmuannya, baik ilmu agama dan kesaktiannya. Konon ceritanya, dokter Jepang yang akan menyutik mati Kyai Guru Bajuri, berkali-kali jarum suntiknya jatuh ke lantai hingga dokter tersebut tidak berani
melanjutkan niatnya. Bahkan pada masa Kyai Guru Bajuri masih hidup, seluruh tanaman, baik kebun maupun sawah, tidak ada orang yang berani mencurinya, karena pernah ada kejadian, seorang pencuri yang masuk ke tanahnya tidak bisa pergi, mutar-mutar sampai pagi di tanah
Kyai Guru Bajuri. Gerbang Makam Kyai Guru Bajuri, Desa Pacul Kulon Sebutan Kyai Guru juga diberikan oleh masyarakat Pacul Kulon dan sekitarnya karena peranannya dalam mengajar dan
mendidik masyarakat, terutama ilmu-ilmu keagamaan di madrasahnya. Nama aslinya adalah
KH Bajuri. Haul untuk mengenang dan menghormati Kyai Guru Bajuri
diadakan pada setiap tanggal 15 Ramadhan, bertempat di Makam Kyai
Guru Bajuri dan keluarga besarnya yang terletak di Desa Pacul Kulon Kidul. Makam Kyai Guru Bajuri
Kyai Guru Bajuri adalah putra tunggal dari KH Asnawi dan Nyai Hajjah Fatimah (makamnya ada
di Desa Getaskerep). Masih menurut Nyai Salimah, Kyai Asnawi konon
berasal dari daerah Slawi dan Nyai Fatimah berasal dari Desa dawuhan. Sebagai seorang santri, kyai Asnawi mengembara menyebarkan agama Islam dan sampai di daerah Dawuhan, Kemudian bertemu
dengan Nyai Fatimah, mereka menikah dan bermukim di Desa Pacul, rumahnya dahulu terletak di
samping Mushola Nurul Huda (sekarang berdiri TK Masyitoh Pacul Barat ).
Makam Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah, Desa Getaskerep
Nyai Salimah lebih lanjut mengatakan bahwa Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah-lah yang pertama-
tama “mbabat alas” mendirikan perkampungan yang sekarang di kenal sebagai Desa Pacul Kulon atau
Barat. Haul Kyai Asnawi dan Nyai Fatimah diadakan setiap bulan Maulud, bertempat di makam mereka di Desa Getaskerep, tepatnya di Kuburan Gayaman (dahulu banyak pohon Gayam).
Nyai Salimah, Salah Seorang Cucu Kyai Guru Bajuri Anak keturunan Kyai Guru Bajuri selain mendiami Desa pacul, Getaskerep, Cangkring, Dawuhan dan Mindaka ( Tegal), juga banyak
tersebar hingga ke Pemalang, Cilacap, bandung, Bogor, dan Jakarta. Bahkan salah satu cucu
Kyai Guru Bajuri, yakni Kyai Latif putra dari Kyai Yassin, menjadi Imam Masjid Agung Bandung JawaBarat.Setiap tahun keluarga besar Kyai Asnawi –Kyai Guru Bajuri selalu rutin mengadakan silaturahmi dan halal bi halal yang tempatnya bergiliran. Kegiatan tersebut sangat bagus untuk tetap tarus menjalin persaudaraan antar keluarga besar. Namun demikian, penulis mengamati banyak keturunan, anak cucu Kyai Asnawi-Kyai Guru Bajuri yang melupakan spirit, semangat keilmuan dan perjuangan kakek buyutnya. Warisan yang berupa semangat mencari ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu agama semakin hari semakin redup. Mereka terlena dengan peninggalan warisan
yang berupa harta benda, tanah luas dan sebagainya. Padahal kita semua tahu warisan harta benda akan habis jika tidak dikelola dengan baik. Semakin banyak anak cucu Kyai Bajuri, semakin sedikit harta dan tanah yang bisa di bagi-bagikan. Mushollah Nurul Huda, Desa Pacul Kulon Apalagi kondisi Desa Pacul yang terletak di perbatasan Kota Tegal, bukan wilayah yang tak tersentuh perkembangan jaman dan modernitas . Semakin hari terpaan pengaruh dari luar semakin massif masuk ke Desa Pacul. Bahkan dengan berkembangnya Kota Tegal, sebagian besar sawah-sawah di Desa Pacul Kulon telah menjelma menjadi pemukimam baru dengan banyaknya pengembang membangun perumahan di wilayah tersebut. Otomatis pendatang dari berbagai kota semakin ramai tinggal dan bermukim di Desa Pacul. Dan para pendatang tersebut hampir seluruhnya adalah orang-orang dari strata sosial menengah baru. Rata-rata memiliki pendidikan yang tinggi dan pekerjaan mapan dari berbagai profesi. TK Masyitoh, Desa Pacul Kulon Realitas sosial tersebut akan menyebabkan kehidupan masyarakat Desa pacul akan mengalami banyak perubahan. Asimilasi budaya akan terjadi,pengaruh positif dan negatif dengan banyaknya pendatang akan menerpa warga Desa Pacul. Suka tidak suka perubahan sosial akan menggeliat dan memunculkan situasi dan budaya yang baru. Itulah resiko pembangunan dan modernitas Modernitas , menurut teori Anthony Giddens ibarat Jaggemaut (panser raksasa) yang lepas kontrol, menabrak siapa dan apa saja menjadikan Runway world (dunia yang tak terkendali). “Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga taraf tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga dirinya hancur lebur.Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang menentangnya dan meski kadang- kadang menempu jalur yang teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya.
Perjalanannya bukannya sama sekali tak menyenangkan atau tidak bermanfaat; adakalanya memang
menyenangkan dan berubah sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi sepanjang institusi modernitas ini
terus berfungsi, kita takkan pernah mampu mengendalikan sepenuhnya baik arah maupun kecepatan
perjalananya. Kita pun takkan pernah merasa aman sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya
penuh dengan bahaya (Giddens, 1990:139)”. Maka tidak ada pilihan bagi warga “asli” Desa Pacul, baik yang masih keturunan Kyai Guru Bajuri- Kyai Asnawi maupun yang bukan,tantangan kehidupan masa kini dan masa depan akan semakin berat dan rumit. Kita perlu menggali lagi spirit keilmuan Kyai Guru Bajuri. Generasi muda Desa Pacul harus giat belajar dan mencari ilmu setinggi-tingginya
agar dapat hidup layak dan mandiri,mampu berkompetisi dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Bahkan salah satu teori pembangunan mengatakan untuk memotong mata rantai kemiskinan adalah dengan
pendidikan.Begitu pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu bagi kita semua, sampai Rasulullah
Muhammad SAW bersabda, “ Menuntut Ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan
perempuan”. Allah SWTmemberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang berilmu,
Al Qur’an surat Al Mujaadillah ayat 11 : “ Allah akan meninggikan orang- orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “.
[1] Pemerhati Masalah Sosial, Direktur Eksekutif Jakarta Studi Center, Staf Pengajar STAI
Publistik-Thawalib Jakarta, Mantan Ketua HMI Jakarta, Ketua Umum Pertama HMI Jakarta Pusat-Utara, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercubuana Jakarta