Archive for Desember 2014
Konsekuensi Syahadatain
”Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (terj. QS Al Maidah 5 : 45)
”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (terj. QS Al Maidah 5 : 47)
Allah swt menerangkan bahwa membuat hukum yang berlandaskan kepada selain hukum Allah adalah berarti orang-orang jahiliyah. Menolak hukum Allah menyebabkan datangnya siksa dan murka-Nya yang tidak dapat dihindarkan, untuk ditimpakan atas orang-orang dzalim. Allah swt berfirman,
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (terj. QS Al Maidah 5 : 49-50)
Orang yang membaca ayat ini dan merenungkannya, niscaya akan mengerti bahwa perintah untuk berhukum kepada apa yang diturunkan Allah, ditegaskan dengan delapan bentuk penegasan.
Pertama, Perintah untuk berhukum kepada hukum Allah.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Kedua, Janganlah kiranya nafsu manusia dan kecenderungan mereka menghalangi untuk mengikuti hukum Allah dalam kondisi bagaimanapun, sesuai dengan firman-Nya,
”dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Ketiga, Dilarang keras untuk tidak menjadikan syari’at Allah sebagai pedoman hukum, baik dalam perkara kecil atau besar, ringan atau berat. Allah swt berfirman,
”Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Keempat, Berpaling dari hukum Allah dan menolak sebagiannya, adalah perbuatan dosa besar yang akibatnya akan memperoleh siksa yang pedih. Allah swt berfirman,
”Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Kelima, Diingatkan supaya tidak terpedaya oleh banayaknya orang yang menolak hukum Allah, karena sesungguhnya orang yang bersyukur di antara hamba-hamba Allah itu hanya sedikit. Allah swt berfirman,
”Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Keenam, Status hukum lain yang bukan hukum Allah adalah hukum jahiliyah. Allah berfiman,
”Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Ketujuh, Ditegaskan secara jelas, bahwa hukum Allah adalah sebaik-baik hukum dan yang paling adil. Allah berfirman,
”Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Kedelapan, Sesungguhnya konsekuensi keimanan kepada Allah adalah pengakuan bahwa hukum Allah adalah sebaik-baik hukum, paling lengkap, paling sempurna, dan paling adil. Oleh karena itu kita wajib tunduk dengan sukarela dan menyerahkan diri kepadanya. Allah swt berfirman,
”Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Kesimpulan di atas terdapat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang dikuatkan pula oleh ucapan dan perbuatan Rasulullah saw, di antaranya firman Allah swt,
”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (terj. QS An Nur 24 : 63)
”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (terj. QS An Nisa’ 4 : 65)
”Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (terj. QS Al A’raf 7 : 3)
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (terj. QS Al Ahzab 33 : 36)
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, ”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sekalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” An Nawawy berkata, ”Hadits di atas adalah shahih dan kami meriwayatkannya dengan sanad kami dalam kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.
Juga sabda rasulullah saw kepada Ady bin Hatim, ”Bukankah mereka itu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah lantas kamu sekalian turut mengharamkannya, dan mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah lantas kamu sekalian turut menghalalkannya?” Adi berkata, ”benar.” Beliau bersabda, ”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka.”
Ibnu Abbas berkata kepada orang yang menentangnya dalam suatu masalah, ”Dikhawatirkan akan diturunkan batu dari langit kepada kalian, saya berkata, ”Rasulullah saw bersabda”, tapi kamu sekalian berkata, ”Abu Bakar dan Umar berkata.”
Kejadian tersebut berarti, bahwa seorang hamba itu wajib tunduk secara total kepada firman Allah, sabda Rasul-Nya, serta mengutamakan keduanya dari pada ucapan yang lain. Hal ini merupakan azas agama Islam yang prinsipil.
Boleh Berhias, Tapi … (Etika Berhias Wanita Muslimah)
Berhias, satu kata ini biasanya amatlah identik dengan wanita. Bagaimana tidak, wanita identik dengan kata cantik. Guna mendapatkan predikat cantik inilah, seorang wanita pun berhias. Namun tahukah engkau wahai saudariku muslimah, bahwa Islam telah mengajarkan pada kita bagaimana cara berhias yang syar’i bagi seorang wanita? Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Islam tidak sepenuhnya melarang seorang wanita ‘tuk berhias, justru ia mengajarkan cara berhias yang baik tanpa harus merugikan, apalagi merendahkan martabat wanita itu sendiri.
Saudariku muslimah yang dirahmati Allah, sesungguhnya Allah ta‘ala berfirman
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A‘raaf, 7: 31).
Dari ayat di atas, tampaklah bahwa kebolehan untuk berhias ada pada laki-laki dan wanita. Namun ketahuilah saudariku, ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu yang digunakan untuk berhias dan keadaan berhias antara kedua kaum tersebut. Dalam bahasan ini, kita hanya mendiskusikan tentang kaidah berhias bagi wanita.
Larangan Tabarruj
Adapun kaidah pertama yang harus diperhatikan bagi wanita yang hendak berhias adalah hendaknya ia menghindari perbuatan tabarruj. Tabarruj secara bahasa diambil dari kata al-burj (bintang, sesuatu yang terang, dan tampak). Di antara maknanya adalah berlebihan dalam menampakkan perhiasan dan kecantikan, seperti: kepala, wajah, leher, dada, lengan, betis, dan anggota tubuh lainnya, atau menampakkan perhiasan tambahan. Imam asy-Syaukani berkata, “At-Tabarruj adalah dengan seorang wanita menampakkan sebagian dari perhiasan dan kecantikannya yang (seharusnya) wajib untuk ditutupinya, yang mana dapat memancing syahwat (hasrat) laki-laki” (Fathul Qadiir karya asy- Syaukani).
Allah ta‘ala berfirman (yang artinya),
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu …” (QS. Al-Ahzaab, 33: 33).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata, “Arti ayat ini: janganlah kalian (wahai para wanita) sering keluar rumah dengan berhias atau memakai wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu, mereka tidak memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan (bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya” (Taisiirul Kariimir Rahmaan karya Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di).
Memperhatikan Masalah Aurat
Kaidah kedua yang hendaknya engkau perhatikan wahai saudariku, seorang wanita yang berhias hendaknya ia paham mana anggota tubuhnya yang termasuk aurat dan mana yang bukan. Aurat sendiri adalah celah dan cela pada sesuatu, atau setiap hal yang butuh ditutup, atau setiap apa yang dirasa memalukan apabila nampak, atau apa yang ditutupi oleh manusia karena malu, atau ia juga berarti kemaluan itu sendiri (al-Mu‘jamul Wasith).
Lalu, mana saja anggota tubuh wanita yang termasuk aurat? Pada asalnya secara umum wanita itu adalah aurat, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang artinya,
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, apabila ia keluar (dari rumahnya) setan senantiasa mengintainya” (HR Tirmidzi, dinilai shahih oleh al-Albani).
Namun terdapat perincian terkait aurat wanita ketika ia di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya, di hadapan wanita lain, atau di hadapan mahramnya.
Adapun aurat wanita di hadapan laki-laki yang bukan mahram adalah seluruh tubuhnya. Hal ini sudah merupakan ijma‘ (kesepakatan) para ulama. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat diantara ulama terkait apakah wajah dan kedua telapak tangan termasuk aurat jika di hadapan laki-laki non mahram.
Sedangkan aurat wanita di hadapan wanita lain adalah anggota-anggota tubuh yang biasa diberi perhiasan. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“Tidak boleh seorang pria melihat aurat pria lainnya, dan tidak boleh seorang wanita melihat aurat wanita lainnya” (Hadits shahih Riwayat Muslim, dari Abu Sa‘id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu).
Syaikh al-Albani mengatakan, “Sedangkan perempuan muslimah di hadapan sesama perempuan muslimah maka perempuan adalah aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi perhiasan. Yaitu kepala, telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi kalung, hasta dengan sedikit lengan atas yang biasa diberi hiasan lengan, telapak kaki, dan bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki. Sedangkan bagian tubuh yang lain adalah aurat, tidak boleh bagi seorang muslimah demikian pula mahram dari seorang perempuan untuk melihat bagian-bagian tubuh di atas dan tidak boleh bagi perempuan tersebut untuk menampakkannya.”
Adapun tentang batasan aurat seorang wanita di hadapan mahramnya, secara garis besar ada dua pendapat ulama yang masyhur (populer) tentang batasan ini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah antara pusar hingga lutut. Sedangkan pendapat kedua mengatakan, bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah sama dengan aurat wanita di hadapan wanita lain, yakni semua bagian tubuh kecuali yang biasa diberi perhiasan.
Penulis mencukupkan diri dengan pendapat yang lebih rajih (kuat) dari Syaikh al-Albani bahwa aurat wanita di hadapan laki-laki mahramnya adalah sama sebagaimana aurat wanita di hadapan wanita lain, yakni seluruh tubuhnya kecuali bagian-bagian yang biasa diberi perhiasan.
Dalilnya adalah firman Allah ta‘ala yang artinya,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakka perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.’” (QS. An-Nuur, 24: 31).
Allahu a‘lam.
Adapun untuk aurat wanita (istri) di hadapan suaminya, maka ulama sepakat bahwa tidak ada aurat antara seorang istri dan suami. Dalilnya adalah firman Allah ta‘ala
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٢٩)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٣٠)
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.” (QS. Al-Ma‘aarij, 70: 29-30)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang suami dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar memandangi perhiasan istrinya, yaitu menyentuh dan mendatangi istrinya. Jika seorang suami dihalalkan untuk menikmati perhiasan dan keindahan istrinya, maka apalagi hanya sekedar melihat dan menyentuh tubuh istrinya.
Memperhatikan Cara Berhias yang Dilarang
Maka jika sudah tak ada lagi aurat antara suami dan istri, hendaknya seorang wanita (istri) berhias semenarik mungkin di hadapan suaminya. Seorang istri hendaknya berhias untuk suaminya dalam batasan-batasan yang disyari‘atkan. Karena setiap kali si istri berhias untuk tampil indah di hadapan suaminya, jelas hal itu akan lebih mengundang kecintaan suaminya kepadanya dan akan lebih merekatkan hubungan antara keduanya.
Hal ini termasuk diantara tujuan syari‘at. Bukankah salah satu ciri istri yang baik adalah yang menyenangkan ketika dipandang, wahai saudariku? Adapun bentuk-bentuk berhiasnya bisa dengan bermacam-macam. Mulai dari menjaga kebersihan badan, menyisir rambut, mengenakan wewangian, mengenakan baju yang menarik, mencukur bulu kemaluan, dll.
Namun yang hendaknya dicamkan seorang istri adalah hendaknya ia berhias dengan sesuatu yang hukumnya mubah (bukan dari bahan yang haram) dan tidak memudharatkan. Tidak diperbolehkan pula untuk berhias dengan cara yang dilarang oleh Islam, yaitu:
#Menyambung rambut (al-washl)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat penyambung rambut dan orang yang minta disambung rambutnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
#Menato tubuh (al-wasim), mencukur alis (an-namsh), dan mengikir gigi (at-taflij)Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang yang menato dan wanita yang minta ditato, wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu), yang mencukur alis dan yang minta dicukur, serta wanita yang meregangkan (mengikir) giginya untuk kecantikan, yang merubah ciptaan Allah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
#Mengenakan wewangian bukan untuk suaminya (ketika keluar rumah)Baginda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap wanita yang menggunakan wewangian, kemudian ia keluar dan melewati sekelompok manusia agar mereka dapat mencium bau harumnya, maka ia adalah seorang pezina, dan setiap mata itu adalah pezina.” (Riwayat Ahmad, an-Nasa’i, dan al-Hakim dari jalan Abu Musa al-Asy‘ari radhiyallahu ‘anhu)
#Memanjangkan kuku Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang termasuk fitrah manusia itu ada lima (yaitu): khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
#Berhias menyerupai kaum lelaki“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupakan diri seperti wanita dan melaknat wanita yang menyerupakan diri seperti laki-laki.” (Riwayat Bukhari). Hadits ini dinilai shahih oleh at-Tirmidzi.
Wahai Saudariku, sungguh Allah ta‘ala yang mensyari‘atkan hukum-hukum dalam Islam lebih mengetahui segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi para hamba-Nya dan Dia-lah yang mensyari‘atkan bagi mereka hukum-hukum agama yang sangat sesuai dengan kondisi mereka di setiap zaman dan tempat. Maka, sudah sepantasnya bagi kita wanita muslimah untuk taat lagi tunduk kepada syari‘at Allah, termasuk di dalamnya aturan untuk berhias.
***
Artikel Buletin Zuhairah
Penulis: Nurul Dwi Sabtia S.IP
Murajaah: Ustadz Adika Minaoki
Maraji’:
Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin. Adaab az-Zifaaf [Terj]. Media Hidayah.
Majmu‘ah Minal ‘Ulama. Fatwa-Fatwa Tentang Wanita. Darul Haq.
Syabir,Dr. Muhammad Utsman. Fiqh Kecantikan. Pustaka at-Tibyan.
Razzaq, Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir. Panduan Lengkap Nikah dari “A” Sampai “Z”. Pustaka Ibnu Katsir.
Al-‘Utsaimin,Syaikh Muhammad. Shahih Fikih Wanita. Akbar Media.
Apa Makna Wanita Diciptakan dari Tulang Rusuk yang Paling Bengkok?
Pertanyaan:
Disebutkan dalam sebuah hadits, “Berbuat baiklah kepada wanita, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, sedangkan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas,” dst. Mohon penjelasan makna hadits dan makna ‘tulang rusuk yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas’?
Jawaban:
Ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim di masing masing kitab Shahih mereka, dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam. Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.Maka sikapilah para wanita dengan baik.” (HR al-Bukhari Kitab an-Nikah no 5186)
Ini adalah perintah untuk para suami, para ayah, saudara saudara laki laki dan lainnya untuk menghendaki kebaikan untuk kaum wanita, berbuat baik terhadap mereka , tidak mendzalimi mereka dan senantiasa memberikan hak-hak mereka serta mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini yang diwajibkan atas semua orang berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, “Berbuat baiklah kepada wanita.”
Hal ini jangan sampai terhalangi oleh perilaku mereka yang adakalanya bersikap buruk terhadap suaminya dan kerabatnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan karena para wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, sebagaimana dikatakan oleh Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bahwa tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.
Sebagaimana diketahui, bahwa yang paling atas itu adalah yang setelah pangkal rusuk, itulah tulang rusuk yang paling bengkok, itu jelas. Maknanya, pasti dalam kenyataannya ada kebengkokkan dan kekurangan. Karena itulah disebutkan dalam hadits lain dalam ash-Shahihain.
“Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bias menghilangkan akal laki laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita).” (HR. Al Bukhari no 304 dan Muslim no. 80)
Hadits Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang disebutkan dalam ash shahihain dari hadits Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Makna “kurang akal” dalam sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam adalah bahwa persaksian dua wanita sebanding dengan persaksian seorang laki laki. Sedangkan makna “kurang agama” dalam sabda beliau adalah bahwa wanita itu kadang selama beberapa hari dan beberapa malam tidak shalat, yaitu ketika sedang haidh dan nifas. Kekurangan ini merupakan ketetapan Allah pada kaum wanita sehingga wanita tidak berdosa dalam hal ini.
Maka hendaknya wanita mengakui hal ini sesuai dengan petunjuk nabi shalallahu ‘alayhi wasallam walaupun ia berilmu dan bertaqwa, karena nabi shalallahu ‘alayhi wasallam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu, tapi berdasar wahyu yang Allah berikan kepadanya, lalu beliau sampaikan kepada ummatnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Qs. An-Najm:4)
Sumber:
Majmu Fatawa wa Maqadat Mutanawwi’ah juz 5 hall 300-301, Syaikh Ibn Baaz Fatwa fatwa Terkini Jilid 1 Bab Perlakuan Terhadap Istri penerbit Darul Haq
***
Artikel muslimah.or.id
Toleransi Islam 25 Desember
Natal jelas bukan perayaan kaum Muslim, dan kaum Muslim harusnya tidak berkepentingan dengan itu. Namun jelas ada hubungannya dengan kaum Muslim mengingat sebagian besar daripada kita juga berhubungan dengan sesama kita yang merayakannya. Karena itu menjadi penting kiranya kita membahas bagaimana pandangan Islam tentang Natal dan seputarnya serta toleransi kita di dalamnya.
Sebagaimana yang kita ketahui, 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus Sang Mesias (Isa Al-Masih). Walaupun gereja Katolik menganggapnya begitu.
Encyclopedia Britannica (1946), menjelaskan, “Natal bukanlah upacara-upacara awal gereja. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab) juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”
Secara sains, dibuktikan tanggal 25 Desember adalah pertama kalinya matahari bergerak ke arah utara dan memberikan kehangatan setelah matahari berada di titik terendah di selatan pada 22-24 Desember (winter solstice) yang menyebabkan bumi berada di titik terdingin.
Karena itulah orang Yunani pada masa awal merayakan lahirnya Dewa Mithra pada 25 Desember, dan orang Latin merayakan hari yang sama sebagai kelahiran kembali Sol Invictus (Dewa Matahari pula)
Singkatnya, Bila kelahiran Yesus disangka 25 Desember, maka itu adalah kesalahan yang nyata
Namun, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah bahwa umat Kristen telah menjadikan tanggal 25 bukan hanya sebagai peringatan, tapi perayaan kelahiran 'Tuhan Yesus' bagi mereka. Sehingga permasalahannya berubah menjadi permasalahan aqidah.
Karena itulah dalam Islam, kita pun dilarang ikut-ikutan merayakan Natal, karena itu adalah perayaan aqidah. Termasuk ikut memberikan 'selamat natal' atau sekadar ucapan 'selamat' saja. Karena sama saja kita mengakui bahwa Natal adalah hari lahir 'Tuhan Yesus' bagi mereka
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih (TQS al-Maaidah [5] : 73)
Seringkali kita beralasan, "Tapi kan nggak enak, dia bos saya / teman saya / dll, masak saya nggak ngucapin, kalo dalam hati mengingkari kan gak papa, yang penting niatnya! Toleransi dong!"
Perlu kita sampaikan, niat apapun yang kita punya, apabila kita melakukan hal itu, maka sama saja hukumnya. Dan toleransi bukanlah mengikuti perayaan aqidah umat lain. Oleh karena itu harusnya kita lebih takut kepada Allah dibanding kepada manusia.
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (TQS al-Maaidah [5] : 44)
Lalu bagaimana toleransi Islam terhadap agama lain? Toleransi kita hanya membiarkan mereka melakukan apa yang mereka yakini tanpa kita ganggu. Itulah toleransi kita.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (TQS al-Kaafiruun [109] : 6)
Toleransi bukannya ikut-ikutan dengan kebablasan dan justru terjebak dalam kekufuran. Sebagai Muslim harusnya kita menyampaikan bahwa perayaan semacam ini adalah salah. Dan kalaupun toleransi, bukan berarti mengorbankan aqidah kita, mari kita ingat pesan Rasulullah
”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasrani-kah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim)
Walhasil sekali lagi kita mengingatkan bahwa haram hukumnya di dalam Islam mengikuti perayaan Natal, juga termasuk mengucapkan 'Selamat Natal/Selamat' ataupun yang semisalnya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita dan mereka
Felix Siauw
follow me on twitter @felixsiauw
SEINDAH INDAHNYA POLIGAMI (Aku dan ketiga istriku )
Ketika poligami menjadi sesuatu yang menakut kan, kami sudah menjalaninya dengan menyenangkan.
Aku dikaruniai 3 “istri” yang sangat mendukung perjuanganku.
Ketiga istriku saling bersinergi menghadirkan
surga di dunia ini menuju surga sebenarnya nanti.
Aku menikahi “istri” pertamaku pada saat usiaku masih sangat belia.
Aku jatuh hati pada pandangan pertama.
Tak perlu waktu lama untuk memproses pernikahanku.
Istri pertamaku sangat sayang kepadaku, ia selalu menuntun dan membimbingku setiap aku ditimpa masalah dalam hidup.
Aku tak akan pernah kehilangan cinta kepadanya.
Istri pertamakulah yang menunjukkan aku pada calon “istri” keduaku.
Aku banyak mengetahui dia dari istri pertamaku itu.
Begitu banyak hal yang menarik yang ditunjukkan calon istri keduaku itu, maka tak perlu waktu lama, akupun segera menikahinya.
Aku begitu bersemangat bergairah hidup bersama keduanya.
Tak berhenti sampai disini kebahagiaanku.
Kedua istriku itu membujukku untuk segera memperistri seorang akhwat shalihah yang aku sendiri belum pernah mengenal dia sebelumnya, kecuali dari selembar biodata dan sedikit informasi dari sahabat dan keluarganya.
Bahkan usiaku belum genap 22 tahun saat itu. Tapi karena aku sudah sangat percaya kepada kedua istriku itu, maka dengan mengucap bismillah aku menikahi istri ke tiga ku.
Tapi dibanding yang lainnya, istri ketiga ini paling Banyak Berkorban..
Demi kedua istriku sebelumnya, dia lebih banyak mengalah untuk memberiku waktu lebih banyak bersama mereka.
Dia sudah tahu bahwa aku menikahi istri pertama dan kedua atas dasar cinta, tapi aku menikahi istri ketigaku atas dasar cintaku pada kedua istriku pertamaku itu.
Cinta itu baru tumbuh belakangan, setelah kutahu bahwa dia begitu cinta kepadaku.
Istri ketigaku pun sangat hormat, cinta dan sayang kepada dua istri pertamaku.
“Istri” pertamaku bernama Ilmu, dia begitu bercahaya dihatiku.
“Istri” keduaku bernama Dakwah, ia begitu menginspirasi gerak kehidupanku.
“Dan istri ketigaku itulah istriku sebenarnya, yang rela menikah denganku atas bimbingan Ilmu dan Dakwah .
Semoga cinta ini kekal hingga ke surga. “Ya Allah, ini adalah pembagianku dalam hal-hal yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku pada sesuatu yang tidak aku miliki.” (HR. Bukhari dalkkkam kitab Fathul Baari Juz 9 hal. 224)
Kisah inspiratif ustad felix siauw
Sekedar berbagi nikmat yang dikaruniakan Allah, sekaligus menguatkan Mukmin yang menikah betul-betul karena Allah..
Jangan pikir nikah itu mudah, dan jangan pikir semua indah.Justru sesudah nikah sebaliknya malah, harus lebih sabar dan istiqamah.Tapi tentu juga nggak sesulit yang dikatakan, yang jelas perlu ilmu dan keikhlasan. Saya jadi Muslim tahun 2002 dan baru 2006 menikah..Jadi 4 tahun ditempa dan bersabar sebelum menikah.. Selama 4 tahun itulah saya halqah, dakwah, dan dibebani amanah, belajar jadi pemimpin di organisasi, bersiap untuk hari depan.
Niat saya menikah di tahun 2002 setelah Muslim kandas, karena kedua orangtua merasa saya belum pantas.. Maka dari 2002 itulah saya serius menyiapkan diri bukan hanya untuk menikah, memburu ilmu menjadi seorang imam, suami dan ayah. Semua buku keteladanan Rasul sebagai suami saya lahap, juga belajar dari senior dakwah yang sudah menikah dan jadi teladan.. Alhamdulillah tidak terlalu sulit mencari pasangan hidup. Dakwah menghantarkan saya berjumpa Ummu Alila.
Dengan uang 1,5 juta di tangan berikut 5 juta hibah papi-mami, majulah saya ke jenjang pernikahan yang sudah dinanti.. Setelah menikah hasilnya luar biasa, tak terduga. 1,5 juta hanya cukup sampai 2 bulan saja.
Bulan ke-3 saya dan Ummu Alila gelandangan tunakarya.. Biasanya cari kerja begitu mudah, Allah uji saya apply kerja kemana-mana ditolak. Sampai-sampai Ummu Alila yang sudah biasa jadi guru les privat, terpaksa saya terjunkan lagi untuk apply bantu cari duit.
Walhasil, Ummu Alila yang sudah 4 tahun berpengalaman jadi guru privat, juga ditolak ketika apply di 2 perusahaan, behh... rasanya. "Ini ujian Allah", saya sampaikan pada Ummu Alila, sementara tagihan-tagihan bulanan terus berdatangan tak peduli.
Pagi pergi bawa map apply kerja sampai sore, pulang Ummu Alila menanti dan kita tetep kere..
Akhirnya pas 3.5 bulan setelah nikah menjelang lebaran, Allah memberikan jua yang dinanti-nanti, penghasilan..
Nggak tanggung-tanggung, saya jadi pedagang emas, waktu itu oktober 2006, dan emas yang saya jual emas kawin Ummu Alila.
Saya inget betul, emas kawin berupa gelang dan beberapa cincin, laku 2.3 juta kita jual di Toko Emas "Cong", Gabus, Pati Jawa Tengah. Kita jalani lagi hidup dari hasil jualan emas kawin namun justru Ummu Alila bertambah menawan
Jujur saya malu jadi suaminya Ummu Alila saat itu, nggak mampu menafkahi lahir dengan mencukupi, tapi Ummu Alila selalu menguatkan komitmen nikahnya, "ummi akan selalu mendukung dan menurut pada abi"
Tentu sebagai suami saya tidak berdiam diri, segala koneksi dihubungi, cara dicoba, namun Allah rupanya masih kehendak menguji..
Ditengah-tengah semua itu saya mendapatkan kabar gembira, Ummu Alila hamil! masyaAllah saktinya saya
"Sungguh bersama kesulitan ada kemudahan", terngiang-ngiang ayat Allah, terasa begitu istimewa berbarengan kabar itu, "aku akan jadi seorang abi!"
Kita periksakan kehamilannya setiap minggu, walau uang untuk makan saja tak cukup seminggu..
Ketika pemeriksaan yang kedua, dokter berkata "ehm.. (something wrong nih), pak, bu, saya menemukan keanehan pada kehamilan..
Kehamilan ibu disinyalir "blighted ovum"..
Langsung lemes saya, nggak perlu tau artinya saya langsung lemes.
"Janinnya hampir 2 bulan pak, tapi nggak bertumbuh dan nggak ada detak jantung", kali ini saya bener-bener lemes..
Kita cari 3 dokter kehamilan untuk second dan third opinion, semua sama, bayi yang ada di perut Ummu Alila sudah tak bernyawa.
Sepulang dari 3 dokter dan beberapa kali pemeriksaan medis Ummu Alila kontan menangis agar bisa terima realita.
Anaknya harus dikuret, perlu uang 3 juta lagi..
Pertanyaannya dari mana?
Tabungan nggak ada?
Kerjaan nggak punya?
MasyaAllah ternyata turunnya bantuan sekali lagi lewat papi-mami.
Kita dikasi pinjeman lunak (nggak tau sampe kapan bayarnya) 3 juta.
Kebayang nggak malunya lelaki?
Sudah nikah masih merepotkan orangtua?
Rasanya nggak ada harganya, bener-bener hina.
Sepulang Ummu Alila dikuret, kita jatuh bangkrut lagi.
Apalagi yang mau dijual?
Masak mas kawin cincin juga mau dijual?
Saya lupa ceritakan, saat nikah Ummu Alila punya motor honda impressa..
Dia beli second dengan harga 6 juta..
Motor itulah yang juga saya jual, honda impressa bobrok tapi motor dakwah, sudah ratusan kilo mengantar saya dakwah..
Honda impressa tahun 2000, laku 3 juta saja sudah ok.
Sering saya dan Ummu Alila mengais-ngais laci mencari keping-keping 500, melengkapi lembar ribuan lusuh buat ditukar nasi padang..
Anak nggak jadi punya, penghasilan nggak ada, sedih sih iya tapi nggak sempet depresi, kita masih inget Allah.
Halaqah terus dilanjut setiap minggunya, darimana uang bensin?
Alhamdulillah saat itu saya dibayar 50.000/bulan mengajar kajian kitab..
Bahkan tahun 2007 saya dapat jatah zakat..
"Lix, ini saya ada uang 400 ribu buat antum, semoga manfaat"..
Terdiam saya..
Terdiam bukan apa tapi mikir, mau nerima malu nggak nerima perlu..
Akhirnya saya jawab "Jazakallah, Allah balas yang lebih baik".
Dari situ saya mengetahui Allah memang Maha Memberi Rezeki, dan kebanyakan lewat tangan orang lain yang jarang kita syukuri..
Adakalanya saya berpikir "bener nggak jalan yang sudah saya pilih? jalan dakwah?"
Apalagi saat ketemu sanak saudara yang udah kaya..
Ada yang sudah jadi kepala cabang, ada yang sudah jadi manager, sementara Felix? yang masuk Islam itu? gelandangan!
"Terlalu idealis sih!" "kamu aneh sih, asuransi nggak mau, bunga nggak mau"..
Liat mereka sudah mapan semua, minder rasanya..
Namun ketika bertemu dengan para ustadz kembali diingatkan,
"Terus kalau udah punya semua mau apa? inget Lix, bedain mana sarana mana tujuan!"
Sampai suatu hari saya masih inget juga, ada anak baru pindahan dari bogor ke JKT. Saya ajak nemenin saya ngisi di senen..
Di boncengan motor belakang saya dia bilang,
"Mas, terus kalo mas nggak kerja dan dakwah mulu, keluarga makannya gimana?". Saya berusaha tenang,
"Bukannya nggak mau kerja mas, mungkin Allah belum kasih (dalam hati saya mengingat semua penolakan kerja). Tapi yakin deh, Allah pasti kasih jalan". Saya menutup diskusi itu, getir.
Sore itu dia menemani saya, jadi MC di acara kajian salah satu STIE di senen..
Waktu itu materinya "The Way To Belief"..
Sepulang kajian, direktur operasionalnya menemui saya, "Ustadz Felix mau ngajar disini?"
Kayak disiram air, dihati bersorak, Alhamdulillah, “Bisa pak, insyaAllah bisa".
"Ustadz Felix bisa ngajar apa?".
"Apa aja pak!".
"Ngajar Matematika Dasar bisa pak?".
"InsyaAllah pak, kapan mulainya?".
"Besok interview ya pak!".
Ya Allah, secercah harapan.
Sepulangnya saya mampir di kramat kwitang, buku second murah, beli "Matematika Dasar" seharga 25.000, saya pelajari ulang..
Kelak modal 25.000 itulah saya jadi dosen favorit Matematika Dasar dan mengantongi 2 juta honor pertama saya bulan depannya..
Allah selalu kasih jalan selama Dia masih izinkan kita hidup..
Kalau sudah nggak dikasi berarti Allah pengen ketemu kita simpel kan?.
Singkat cerita, waktu demi waktu kehidupan semakin membaik, ada jalan selama ada sabar, dan usaha terbaik..
Menikah pasti banyak halangan dan hambatan, karenanya ilmu agama wajib jadi bekal kedepan..
Penuhi kewajiban kepada Allah, juga penuhi hukum sebab-akibat di dunia.
Lelaki yang memahami agama, tentu nggak akan lemah terhadap dunia..
Uang bisa dicari bila ada ilmunya, ketidakpastian di masa depan pernikahan jadi ringan karena paham agama..
Dengan ilmu, ujian jadi pelajaran, dengan ilmu kesulitan jadi penguat keimanan..
Singkat cerita, hari ini berlalu sudah 5 tahun semenjak saya jual motor istri saya..
Alhamdulillah hari ini saya bisa mengganti motor Ummu Alila, tunai tanpa leasing, ganti motor yang terjual karena lemahnya saya.
Hari ini bukan motor yang jadi cerita, tapi ucapan terimakasih atas segenap cinta..
Terimakasih Ummu Alila atas kesabaran dan penerimaan..
Atas kesempatan boleh memimpinmu dalam jalan kehidupan..
Demikian Allah beri ganti 4 anak atas 1 yang diambil, 3 di foto 1 di kandungan, dan kenikmatan tiada tara.
(Kisah Ustadz Felix Siauw)
Masya Allah,akhi wa ukhti semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua :)
PII & KAMMI : Luncurkan Program JBI
Ruang diskusi Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Kalibata, Jakarta Selatan pada Sabtu (29/11/2014) menjadi saksi agenda diskusi dalam rangka peluncuran program Jaringan Budaya Ilmu (JBI). Adalah Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sebagai penyelenggara kegiatan itu. Adapun peneliti INSISTS Nuim Hidayat didapuk menjadi narasumber dalam diskusi yang mengangkat tema “Refleksi Perjuangan Umat dan Cita-Cita Kebangsaan Generasi Muda Islam Indonesia” itu.
Dalam pemaparan materinya, Nuim Hidayat banyak mengulas sejarah perjuangan para pendiri bangsa di masa-masa awal berdirinya negara Indonesia. Nuim mengatakan bahwa perjuangan umat saat ini tidak boleh dilepaskan dari mata rantai perjuangan para pendahulu di masa silam.
“Bahkan Rasululullah SAW saja menyebut dirinya sebagai penerus risalah para nabi dan rasul sebelum beliau,” kata Nuim yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Depok.
Terkait sejarah perjuangan umat Islam di Indonesia, Nuim mengajak pemuda Islam sekarang tidak terperangkap dalam kekecewaan dan kesedihan terkait konspirasi penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Sebaliknya, Nuim menilai kaum Muslimin saat ini perlu bahu-membahu bangkit mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai bidang.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar PII Randi Muchariman mengatakan, perlu ada sinergi antar elemen kepemudaan Islam untuk menghidupkan kembali diskusi-diskusi keilmuan di kampus.
“Seperti disebutkan oleh cendekiawan Muslim asal Malaysia Prof. Wan Mohammad Nor Wan Daud, saya sepakat bahwa membentuk barisan sarjana Muslim lebih sulit daripada sekadar mengumpulkan barisan massa Muslim,” kata Randi.
Selain KAMMI, Randi menyebutkan bahwa Pemuda Hidayatullah juga sudah menyatakan kesediannya bergabung.
Adapun Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI Andriyana mengaku senang bisa bergabung dalam JBI. Dirinya sepakat bahwa keilmuan adalah satu problem pemuda saat ini.
“Sekarang, semua gerakan mahasiswa sedang menguatkan kembali pembinaan di kampus-kampus. Maka, berlomba-lomba dalam kebaikan dengan menghidupkan kembali iklim forum kelimuan adalah sebuah kebutuhan,” tukas Andriyana. [Bung Helmy/suarapelajar]
Ayoo Menikah
Ayo Menikah…!
Menikahlah…!
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Allah yang telah menciptakan manusia, sangat paham betul dengan karakter dan sifat hamba-Nya ini. Di antara karakter yang Allah sebutkan dalam Alquran:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah hendak memberikan keringanan bagi kalian, dan manusia itu diciptakan dalam kondisi lemah.” (QS. An-Nisa: 28).
Ayat ini Allah letakkan sebagai pesan pungkasan setelah Allah menjelaskan tentang beberapa aturan nikah dari ayat 19 – 28 di surat An-Nisa. Oleh karena itu, para ahli tafsir menegaskan, yang dimaksud lemah dalam ayat tersebut adalah lemah dalam urusan syahwat, lemah dalam urusan wanita. Laki-laki begitu mudah hilang akal dan sangat mudah tergoda dengan wanita. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2:267)
Menyadari kondisi manusia yang demikian, Islam memberikan aturan agar manusia tidak serampangan dalam menyalurkan syahwatnya. Islam mengizinkan manusia untuk melakukan yang halal melalui nikah, dan menutup rapat segala celah yang bisa mengantarkan kepada yang haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمْ أَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
Saya belum pernah melihat jalinan cinta yang lebih dahsyat melebihi nikah (HR. Ibnu Majah 1847, Mushannaf Ibn Abi Syaibah 15915 dan dishahihkan Al-Albani).
Terdapat banyak perintah yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadis, agar manusia menjaga kehormatannya dengan menikah. Diantaranya, allah berfirman,
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Nikahkahlah orang yang bujangan diantara kalian serta orang baik dari budak kalian yang laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui. (QS. An-Nur: 32).
Pada ayat di atas, Allah perintahkah kepada kaum muslimin untuk bersama-sama mendukung terwujudnya pernikahan. Sehingga upaya mewujudkan pernikahan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang yang hendak mencari jodoh, namun Allah semangati semua pihak yang berada di sekitarnya untuk mendukung terwujudnya pernikahan itu.
Dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang sudah mampu menanggung nafkah, hendaknya dia menikah. Karena menikah akan lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sementara siapa yang tidak mampu, hendaknya dia berpuasa. Karena itu bisa menjadi tameng syahwat baginya.” (HR. Bukhari 5065 dan Muslim 1400).
Mengingat pemuda merupakan kunci utama terwujudnya pernikahan, karena itu merekalah yang dituntut untuk pro-aktif dalam mewujudkan ikatan ini.
Tidak menikah, ciri manusia lemah
Para rasul, sekalipun mereka sangat sibuk dengan berbagai urusan dakwah dan ibadah, mereka tidak menganggap hal itu sebagai alasan untuk meninggalkan nikah. Karena, sekali lagi, mereka adalah manusia sempurna. Memiliki banyak kelebihan secara fisik dan mental. Bahkan ada diantara mereka ada yang memiliki 99 istri yang sanggup beliau gilir dalam semalam. Itulah Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari.
Realita ini memberikan konsekuensi sebaliknya, tidak menikah sejatinya merupakan sifat orang lemah. Baik lemah mentalnya atau lemah fisiknya, sehingga orang lain tidak bersedia menjadi pasangannya.
Diceritakan oleh Thawus – salah seorang tabiin – bahwa Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, pernah bertanya kepada seorang lelaki yang layak menikah: “Kamu ingin menikah?” Dia menjawab: “Tidak.” Spontan Umar menimpali,
إما أن تكون أحمق, وإما أن تكون فاجرًا
“Berarti kamu, kalo bukan orang dungu atau orang fajir (lebih menyukai zina dari pada nikah).” (HR. Abdur Razaq dalam Al-Mushannaf, no. 10383).
Hal yang sama, juga pernah disampaikan oleh Thawus kepada salah satu sahabatnya,
مَا يَمْنَعُكَ مِنَ النِّكَاحِ إِلَّا عَجْزٌ أَوْ فُجُورٌ
“Tidak ada yang menghalangimu untuk menikah, selain karena kamu lemah atau sifat fujur (lebih memilih kejelekan).” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushanaf, no. 15910).
Semangat Sahabat untuk Menikah
Semangat ini bukan karena dorongan nafsu, namun dalam rangka mewujudkan sunah. Ada sejuta bahkan lebih, manfaat seseorang menikah. Mereka berharap, dengan menempuh jalan yang halal ini bisa mendulang manfaat dunia dan akhirat.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Siapa yang tidak kenal Ibnu Mas’ud. Sahabat yang dikenal turjumanul qur’an (ahli tafsir al-Quran). Karena kehebatan beliau dalam menggali makna dan kandungan firman Allah. Bacaannya dipuji oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menunjukkan betapa dekatnya beliau dengan kitab Allah. Dalam sebuah riwayat, beliau pernah mengatakan,
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ وَاحِدٌ أَحْبَبْتُ أَنْ يَكُونَ لِي فِيهِ زَوْجَةٌ
“Andaikan dunia ini hanya tersisa satu hari, saya ingin di hari itu memiliki seorang istri.” (HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf, no. 10382 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf, 15916).
Sampaipun para sahabat sudah berada di kondisi yang lemah, mereka tetap semangat untuk menikah. Az-Zuhri menceritakan, bahwa sahabat Syaddad bin Aus, ketika sudah tua dan matanya mulai membuta pernah berpesan,
زَوِّجُونِي، فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي أَنْ لَا أَلْقَى اللَّهَ أَعْزَبَ
Nikahkanlah aku, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan agar aku tidak bertemu Allah dalam kondisi membujang.. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf, no. 15908).
Sekali lagi, sejuta manfaat menunggu ketika seseorang menikah.
Allahu a’lam.ceramah agama untuk kaum laki-laki
Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Artikel: www.konsultasisyariah.com